Rabu, 09 November 2011

PELAKSANAAN KURBAN 1432 H

Idul Adha dan peristiwa kurban yang setiap tahun dirayakan umat muslim di dunia seharusnya tak lagi dimaknai sebatas proses ritual, tetapi juga diletakkan dalam konteks peneguhan nilai-nilai kemanusiaan dan spirit keadilan, sebagaimana pesan tekstual utama agama. Kurban dalam bahasa Arab sendiri disebut dengan qurbah yang berarti mendekatkan diri kepada Allah. Dalam ritual Idul Adha itu terdapat apa yang biasa disebut udlhiyah (penyembelihan hewan kurban). Pada hari itu kita menyembelih hewan tertentu, seperti domba, sapi, atau kerbau, guna memenuhi panggilan Tuhan. Idul Adha juga merupakan refleksi atas catatan sejarah perjalanan kebajikan manusia masa lampau, untuk mengenang perjuangan monoteistik dan humanistik yang ditorehkan Nabi Ibrahim. Idul Adha bermakna keteladanan Ibrahim yang mampu mentransformasi pesan keagamaan ke aksi nyata perjuangan kemanusiaan. Dalam konteks ini, mimpi Ibrahim untuk menyembelih anaknya, Ismail, merupakan sebuah ujian Tuhan, sekaligus perjuangan maha berat seorang Nabi yang diperintah oleh Tuhannya melalui malaikat Jibril untuk mengurbankan anaknya. Peristiwa itu harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang menunjukkan ketakwaan, keikhlasan, dan kepasrahan seorang Ibrahim pada titah sang pencipta.

Bagi Ali Syari’ati (1997), ritual kurban bukan cuma bermakna bagaimana manusia mendekatkan diri kepada Tuhannya, akan tetapi juga mendekatkan diri kepada sesama, terutama mereka yang miskin dan terpinggirkan. Sementara bagi Jalaluddin Rakhmat (1995), ibadah kurban mencerminkan dengan tegas pesan solidaritas sosial Islam, mendekatkan diri kepada saudara-saudara kita yang kekurangan. Dengan berkurban, kita mendekatkan diri kepada mereka yang fakir. Bila Anda memiliki kenikmatan, Anda wajib berbagi kenikmatan itu dengan orang lain. Bila Anda puasa, Anda akan merasa lapar seperti mereka yang miskin. Ibadah kurban mengajak mereka yang mustadh’afiin untuk merasakan kenyang seperti Anda.

Atas dasar spirit itu, peringatan Idul Adha dan ritus kurban memiliki tiga makna penting sekaligus. Pertama, makna ketakwaan manusia atas perintah sang Khalik. Kurban adalah simbol penyerahan diri manusia secara utuh kepada sang pencipta, sekalipun dalam bentuk pengurbanan seorang anak yang sangat kita kasihi.
Kedua, makna sosial, di mana Rasulullah melarang kaum mukmin mendekati orang-orang yang memiliki kelebihan rezeki, akan tetapi tidak menunaikan perintah kurban. Dalam konteks itu, Nabi bermaksud mendidik umatnya agar memiliki kepekaan dan solidaritas tinggi terhadap sesama. Kurban adalah media ritual, selain zakat, infak, dan sedekah yang disiapkan Islam untuk mengejewantahkan sikap kepekaaan sosial itu.
Ketiga, makna bahwa apa yang dikurbankan merupakan simbol dari sifat tamak dan kebinatangan yang ada dalam diri manusia seperti rakus, ambisius, suka menindas dan menyerang, cenderung tidak menghargai hukum dan norma-norma sosial menuju hidup yang hakiki.

Bagi Syari’ati, kisah penyembelihan Ismail, pada hakikatnya adalah refleksi dari kelemahkan iman, yang menghalangi kebajikan, yang membuat manusia menjadi egois sehingga manusia tuli terhadap panggilan Tuhan dan perintah kebenaran. Ismail adalah simbolisasi dari kelemahan manusia sebagai makhluk yang daif, gila hormat, haus pangkat, lapar kedudukan, dan nafsu berkuasa. Semua sifat daif itu harus disembelih atau dikorbankan.

Pengorbanan nyawa manusia dan harkat kemanusiaannya jelas tidak dibenarkan dalam ajaran Islam dan agama mana pun. Untuk itu, Ibrahim tampil menegakkan martabat kemanusiaan sebagai dasar bagi agama tauhid, yang kemudian dilanjutkan oleh Nabi Muhammad dalam ajaran Islam. Ali Syari’ati mengatakan Tuhan Ibrahim itu bukan Tuhan yang haus darah manusia, berbeda dengan tradisi masyarakat Arab saat itu, yang siap mengorbankan manusia sebagai “sesaji” para dewa. Ritual kurban dalam Islam dapat dibaca sebagai pesan untuk memutus tradisi membunuh manusia demi “sesaji” Tuhan. Manusia, apa pun dalihnya, tidak dibenarkan dibunuh atau dikorbankan sekalipun dengan klaim kepentingan Tuhan. Lebih dari itu, pesan Iduladha (Kurban) juga ingin menegaskan dua hal penting yang terkandung dalam dimensi hidup manusia (hablun minannas). Pertama, semangat ketauhidan, keesaan Tuhan yang tidak lagi mendiskriminasi ras, suku atau keyakinan manusia satu dengan manusia lainnya. Di dalam nilai ketauhidan itu, terkandung pesan pembebasan manusia dari penindasan manusia lainnya atas nama apa pun. Kedua, Idul Adha juga dapat diletakkan dalam konteks penegakan nilai-nilai kemanusiaan, seperti sikap adil, toleran, dan saling mengasihi tanpa dilatarbelakangi kepentingan-kepentingan di luar pesan profetis agama itu sendiri. Masalahnya, spirit kemanusiaan yang seharusnya menjadi tujuan utama Islam, dalam banyak kasus tereduksi oleh ritualisme ibadah-mahdah. Seakan-akan agama hanya media bagi individu untuk berkomunikasi dengan Tuhannya, yang lepas dari kewajiban sosial-kemanusiaan. Keberagamaan yang terlalu teosentris dan sangat personal itu, pada akhirnya terbukti melahirkan berbagai problem sosial dan patologi kemanusiaan.

Mencermati uraian diatas, warga muslim komplek Departemen Kesehatan Kelurahan Ciputat Tangerang Selatan pada tahun 1432-H/2011 M, tepatnya pada tanggal 6 Nopember 2011 telah melaksanakan ritual yang diteladankan oleh Nabiyullah Ibrohim as, dengan berkurban berupa Sapi dan Kambing yang dikelola atau di koordinir oleh pengurus DKM Al-Muhajirin. Alhamdulillah pada ini jumlah yang berkurban hewan sapi berjumlah 8 ekor dan kambing 14 ekor, dilihat dari tahun sebelumnya jumlah hewan sapi meningkat dan hewan kambing menurun. Daging kurban di distribusikan kepada warga komplek yang berjumlah empat RT dan lingkungan komplek, yayasan serta unsur pemerintah setempat, serta pesantren. Panitia yang dibentuk oleh pengurus DKM Al-Muhajirin bekerja ekstra keras dimulai dari kerja bakti pembuatan kandang, pembersihan lingkungan Masjid, pemeliharaan hewan sampai pemotongan dan pendistribusian. Proses pemotongan hingga pendistribusian berjalan sangat lancar dan sukses hal tersebut berkat adanya tukang jagal khusus sapi berjumlah 6 orang, jagal bekerja mulai memotong, menguliti, memisahkan daging dari tulang sampai pada memecah kepala hewan sapi, sehingga panitia mengerjakan pencacahan dan penaningan hingga pendistribusian.

Selaku pengurus DKM Al-Muhajirin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada seluruh warga Muslim Komplek dan warga sekitar yang telah mempercayakan kurbanya dikelola oleh Masjid Al-Muhajirin.Semoga amal kurban Bapak, Ibu Saudara diterima oleh Alloh SWT dan dibalas dengan berlipat ganda. Segala kekurangan dan kekhilafan mohon dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya, semoga tahun kedepan pelayanan bisa lebih baik lagi dan semoga pula jumlah hewan yang dikurbankan terus bertambah, juga kepada seluruh panitia yang bekerja dari awal hingga akhir selalu mendapat keberkahan dari Alloh SWT. Sebagai info pada tahun ini untuk khotib Idul Adha adalah Ust. M. Mansur Arroziq, SQ, Imam Drs. Wahid Maulana dan bilal Ust. Sayudi. by Sekretariat DKM

Kamis, 03 November 2011

TANTENG QURBAN


At Tauhid edisi V/43

Oleh: Ammi Nur Baits

Pembaca Buletin At Tauhid yang semoga dirahmati oleh Allah. Pada edisi kali ini, kita akan membahas lanjutan dari pembahasan fiqih qurban pada edisi yang lalu. Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan dimudahkan dalam beramal sholeh.

Hewan yang disukai dan lebih utama untuk diqurbankan

Hendaknya hewan yang diqurbankan adalah hewan yang gemuk dan sempurna. Abu Umamah bin Sahl mengatakan, ”Dahulu kami di Madinah biasa memilih hewan yang gemuk dalam berqurban. Dan memang kebiasaan kaum muslimin ketika itu adalah berqurban dengan hewan yang gemuk-gemuk.” (HR. Bukhari secara mu’allaq namun secara tegas dan dimaushulkan oleh Abu Nu’aim dalam Al Mustakhraj, sanadnya hasan). Di antara ketiga jenis hewan qurban maka menurut mayoritas ulama yang paling utama adalah berqurban dengan onta, kemudian sapi kemudian kambing, jika biaya pengadaan masing-masing ditanggung satu orang (bukan urunan). (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/374)

Manakah yang lebih baik, ikut urunan sapi atau qurban satu kambing?

Sebagian ulama menjelaskan qurban satu kambing lebih baik dari pada ikut urunan sapi atau onta. Karena tujuh kambing manfaatnya lebih banyak dari pada seekor sapi (lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/375, Fatwa Lajnah Daimah no. 1149 & Syarhul Mumthi’ 7/458). Di samping itu, terdapat alasan lain di antaranya qurban yang dilakukan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah utuh satu ekor, baik kambing, sapi, maupun onta, bukan 1/7 sapi atau 1/10 onta.

Apakah harus jantan?

Tidak ada ketentuan jenis kelamin hewan qurban. Boleh jantan maupun betina. Namun umumnya hewan jantan itu lebih baik dan lebih mahal dibandingkan hewan betina. Oleh karena itu, tidak harus hewan jantan namun diutamakan jantan.

Waktu penyembelihan

Waktu penyembelihan qurban adalah pada hari Idul Adha dan 3 hari sesudahnya (hari tasyriq). Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Setiap hari taysriq adalah (hari) untuk menyembelih (qurban).” (HR. Ahmad dan Baihaqi)

Tidak ada perbedaan waktu siang ataupun malam. Baik siang maupun malam keduanya dibolehkan. Namun menurut Syaikh Al Utsaimin, melakukan penyembelihan di waktu siang itu lebih baik. (Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi, 33).

Kemudian, para ulama sepakat bahwa penyembelihan qurban tidak boleh dilakukan sebelum terbitnya fajar di hari Idul Adha. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat Ied maka sesungguhnya dia menyembelih untuk dirinya sendiri (bukan qurban). Dan barangsiapa yang menyembelih sesudah shalat itu maka qurbannya sempurna dan dia telah menepati sunnahnya kaum muslimin.” (HR. Bukhari dan Muslim) (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/377)

Tempat penyembelihan

Tempat yang disunnahkan untuk menyembelih adalah tanah lapangan tempat shalat ‘ied diselenggarakan. Terutama bagi imam/penguasa/tokoh masyarakat, dianjurkan untuk menyembelih qurbannya di lapangan dalam rangka memberitahukan kepada kaum muslimin bahwa qurban sudah boleh dilakukan dan sekaligus mengajari tata cara qurban yang baik. Ibnu ’Umar mengatakan, ”Dahulu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam biasa menyembelih kambing dan onta (qurban) di lapangan tempat shalat.” (HR. Bukhari 5552). Dan dibolehkan untuk menyembelih qurban di tempat manapun yang disukai, baik di rumah sendiri ataupun di tempat lain. (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/378)

Penyembelih qurban

Disunnahkan bagi shohibul qurban untuk menyembelih hewan qurbannya sendiri, namun boleh diwakilkan kepada orang lain. Hal ini berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib di dalam Shahih Muslim yang menceritakan bahwa pada saat qurban Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah menyembelih beberapa onta qurbannya dengan tangan beliau sendiri kemudian sisanya diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib untuk disembelih. (lihat Ahkaamul Idain, 32).

Tata cara penyembelihan

  1. Sebaiknya pemilik qurban menyembelih hewan qurbannya sendiri.
  2. Apabila pemilik qurban tidak bisa menyembelih sendiri maka sebaiknya dia ikut datang menyaksikan proses penyembelihan qurbannya.
  3. Hendaknya memakai alat yang tajam untuk menyembelih.
  4. Hewan yang disembelih dibaringkan di atas lambung kirinya dan dihadapkan ke kiblat. Kemudian pisau ditekan kuat-kuat supaya cepat putus.
  5. Ketika akan menyembelih disyari’akan membaca “Bismillaahi wallaahu akbar” ketika menyembelih. Untuk bacaan bismillah (tidak perlu ditambahi Ar Rahman dan Ar Rahiim) hukumnya wajib menurut Imam Abu Hanifah, Malik dan Ahmad, sedangkan menurut Imam Syafi’i hukumnya sunnah. Adapun bacaan takbir – Allahu akbar – para ulama sepakat kalau hukum membaca takbir ketika menyembelih ini adalah sunnah dan bukan wajib. Kemudian diikuti bacaan:
    “hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud 2795) Atau
    “hadza minka wa laka ’anni atau ’an fulan (disebutkan nama shahibul qurban). atau
    • Berdoa agar Allah menerima qurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shahibul qurban).
    (lihat Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi, hal. 92)

Catatan: Tidak terdapat do’a khusus yang panjang bagi shohibul qurban ketika hendak menyembelih. Wallahu a’lam.

Bolehkah mengucapkan shalawat ketika menyembelih?

Tidak boleh mengucapkan shalawat ketika hendak menyembelih, karena 2 alasan:

  1. Tidak terdapat dalil bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengucapkan shalawat ketika menyembelih. Sementara beribadah tanpa dalil adalah perbuatan bid’ah.
  2. Bisa jadi ada orang yang menjadikan nama Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam sebagai wasilah ketika qurban. Atau bahkan bisa jadi seseorang membayangkan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika menyembelih, sehingga sembelihannya tidak murni untuk Allah. (lihat Syarhul Mumti’ 7/492).

Pemanfaatan hasil sembelihan

Bagi pemilik hewan qurban dibolehkan memanfaatkan daging qurbannya, melalui:

  • Dimakan sendiri dan keluarganya, bahkan sebagian ulama menyatakan shohibul qurban wajib makan bagian hewan qurbannya. Termasuk dalam hal ini adalah berqurban karena nadzar menurut pendapat yang benar.
  • Disedekahkan kepada orang yang membutuhkan
  • Dihadiahkan kepada orang yang kaya
  • Disimpan untuk bahan makanan di lain hari. Namun penyimpanan ini hanya dibolehkan jika tidak terjadi musim paceklik atau krisis makanan.

Dari Salamah bin Al Akwa’ dia berkata; Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Barangsiapa diantara kalian yang berqurban maka jangan sampai dia menjumpai shubuh hari ketiga sesudah Ied sedangkan dagingnya masih tersisa walaupun sedikit.” Ketika datang tahun berikutnya maka para sahabat mengatakan, ”Wahai Rasulullah, apakah kami harus melakukan sebagaimana tahun lalu ?” Maka beliau menjawab, (Adapun sekarang) Makanlah sebagian, sebagian lagi berikan kepada orang lain dan sebagian lagi simpanlah. Pada tahun lalu masyarakat sedang mengalami kesulitan (makanan) sehingga aku berkeinginan supaya kalian membantu mereka dalam hal itu.” (HR. Bukhari dan Muslim). Menurut mayoritas ulama perintah yang terdapat dalam hadits ini menunjukkan hukum sunnah, bukan wajib (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/378). Oleh sebab itu, boleh mensedekahkan semua hasil sembelihan qurban. Sebagaimana diperbolehkan untuk tidak menghadiahkannya (kepada orang kaya, ed.) sama sekali kepada orang lain (Minhaajul Muslim, 266). (artinya hanya untuk shohibul qurban dan sedekah pada orang miskin, ed.).

Larangan memperjual-belikan hasil sembelihan

Tidak diperbolehkan memperjual-belikan bagian hewan sembelihan, baik daging, kulit, kepala, teklek, bulu, tulang maupun bagian yang lainnya. Ali bin Abi Thalib mengatakan, ”Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan aku untuk mengurusi penyembelihan onta qurbannya. Beliau juga memerintahkan saya untuk membagikan semua kulit tubuh serta kulit punggungnya. Dan saya tidak diperbolehkan memberikan bagian apapun darinya kepada tukang jagal.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bahkan terdapat ancaman keras dalam masalah ini, sebagaimana hadis berikut: Dari Abu hurairah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang menjual kulit hewan qurbannya maka ibadah qurbannya tidak ada nilainya.” (HR. Al Hakim 2/390 & Al Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan: Hasan).

Tentang haramnya pemilik hewan menjual kulit qurban merupakan pendapat mayoritas ulama, meskipun Imam Abu Hanifah menyelisihi mereka. Namun mengingat dalil yang sangat tegas dan jelas maka pendapat siapapun harus disingkirkan.

Catatan:

• Termasuk memperjual-belikan bagian hewan qurban adalah menukar kulit atau kepala dengan daging atau menjual kulit untuk kemudian dibelikan kambing. Karena hakekat jual-beli adalah tukar-menukar meskipun dengan selain uang.
• Transaksi jual-beli kulit hewan qurban yang belum dibagikan adalah transaksi yang tidak sah. Artinya penjual tidak boleh menerima uang hasil penjualan kulit dan pembeli tidak berhak menerima kulit yang dia beli. Hal ini sebagaimana perkataan Al Baijuri, “Tidak sah jual beli (bagian dari hewan qurban) disamping transaksi ini adalah haram.” Beliau juga mengatakan: “Jual beli kulit hewan qurban juga tidak sah berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Hakim (baca: hadis di atas). (Fiqh Syafi’i 2/311).
• Bagi orang yang menerima kulit dibolehkan memanfaatkan kulit sesuai keinginannya, baik dijual maupun untuk pemanfaatan lainnya, karena ini sudah menjadi haknya. Sedangkan menjual kulit yang dilarang adalah menjual kulit sebelum dibagikan (disedekahkan), baik yang dilakukan panitia maupun shohibul qurban.

Larangan mengupah jagal dengan bagian hewan sembelihan

Dari Ali bin Abi Thalib bahwa “Beliau pernah diperintahkan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam untuk mengurusi penyembelihan ontanya dan agar membagikan seluruh bagian dari sembelihan onta tersebut, baik yang berupa daging, kulit tubuh maupun pelana. Dan dia tidak boleh memberikannya kepada jagal barang sedikitpun.” (HR. Bukhari dan Muslim) dan dalam lafaz lainnya beliau berkata, ”Kami mengupahnya dari uang kami pribadi.” (HR. Muslim). Dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/379).

Syaikh Abdullah Al Bassaam mengatakan, ”Tukang jagal tidak boleh diberi daging atau kulitnya sebagai bentuk upah atas pekerjaannya. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Yang diperbolehkan adalah memberikannya sebagai bentuk hadiah jika dia termasuk orang kaya atau sebagai sedekah jika ternyata dia adalah miskin ….” (Taudhihul Ahkaam, IV/464). Pernyataan beliau semakna dengan pernyataan Ibnu Qosim yang mengatakan: “Haram menjadikan bagian hewan qurban sebagai upah bagi jagal.” Perkataan beliau ini dikomentari oleh Al Baijuri, “Karena mengupah jagal semakna dengan jual beli. Namun jika jagal diberi bagian dari qurban dengan status sedekah bukan upah maka tidak haram.” (Hasyiyah Al Baijuri As Syafi’i 2/311).

Adapun bagi orang yang memperoleh hadiah atau sedekah kulit hewan qurban diperbolehkan memanfaatkannya sekehendaknya, bisa dimakan, dijual atau yang lainnya. Akan tetapi tidak diperkenankan menjualnya kembali kepada orang yang memberi hadiah atau sedekah kepadanya (Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi, 69)

Nasehat & solusi untuk masalah kulit

Satu penyakit kronis yang menimpa ibadah qurban kaum muslimin bangsa kita, mereka tidak bisa lepas dari ‘fiqh praktis’ menjual kulit atau menggaji jagal dengan kulit. Memang kita akui ini adalah jalan pintas yang paling cepat untuk melepaskan diri dari tanggungan mengurusi kulit. Namun apakah jalan pintas cepat ini menjamin keselamatan??? Bertaqwalah kepada Allah wahai kaum muslimin…. sesungguhnya ibadah qurban telah diatur dengan indah dan rapi oleh Sang Peletak Syari’ah. Jangan coba-coba untuk keluar dari aturan ini, karena bisa jadi qurban kita tidak sah. Berusahalah untuk senantiasa berjalan sesuai syari’at, meskipun jalurnya ‘kelihatannya’ lebih panjang dan sedikit menyibukkan. Jangan pula terkecoh dengan pendapat sebagian orang, baik ulama maupun yang ngaku-ngaku ulama, karena orang yang berhak untuk ditaati secara mutlak hanya satu yaitu Nabi kita Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam. Maka semua pendapat yang bertentangan dengan hadis beliau harus dibuang jauh-jauh.

Tidak perlu bingung dan merasa repot. Bukankah Ali bin Abi Thalib pernah mengurusi qurbannya Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam yang jumlahnya 100 ekor onta?!. Tapi tidak ada dalam catatan sejarah Ali bin Abi thalib bingung ngurusi kulit dan kepala. Demikianlah kemudahan yang Allah berikan bagi orang yang 100% mengikuti aturan syari’at. Namun bagi mereka (baca: panitia) yang masih merasa bingung ngurusi kulit, bisa dilakukan beberapa solusi berikut:
• Kumpulkan semua kulit, kepala, dan kaki hewan qurban. Tunjuk sejumlah orang miskin sebagai sasaran penerima kulit. Tidak perlu diantar ke rumahnya, tapi cukup hubungi mereka dan sampaikan bahwa panitia siap menjualkan kulit yang sudah menjadi hak mereka. Dengan demikian, status panitia dalam hal ini adalah sebagai wakil bagi pemilik kulit untuk menjualkan kulit, bukan wakil dari shohibul qurban dalam menjual kulit.
• Serahkan semua atau sebagian kulit kepada yayasan islam sosial (misalnya panti asuhan atau pondok pesantren). (Terdapat fatwa lajnah yang membolehkan menyerahkan bagian hewan qurban kepada yayasan islam sosisal). Untuk selanjutnya, yayasan tersebut berhak mempergunakan kulit sesukanya. Bisa dijual atau yang lainnya.
[Ammi Nur Baits. Artikel ini telah diringkas oleh editor MAT. Silakan membaca tulisan selengkapnya di www.muslim.or.id]