Rabu, 23 September 2009

IDUL FITRI 1430 H

Perayaan Idul Fitri 1430-H yang diselenggarakan di Masjid Al-Muhajirin merupakan kegiatan rutin dan menjadi tanggung jawab pengurus serta kaum muslimin pada umumnya. Sebelum sholat ID panitia menyampaikan beberapa informasi terkait dengan kegiatan selama bulan suci ramadhan, meliputi pelaksanaan sholat tarawih, kultum tarawih, kultum subuh, pelaporan keuangan selama ramadhan dan hal-hal yang terkait dengan seluruh rangkaian dari awal sampai hari H. Pada tahun ini sebagai khotib adalah Ust Drs. Muhtadi Ibnu Abbas, M.Ag, Imam Ust. Drs. Wahid Maulanan dan Bilal Uts. Sayudi serta sambutan ketua RW lingkungan II Komplek Depkes Bpk. Drs. Diyardi Nugroho. M.Kes. Uraian Khotib pada intinya mengingatkan kita kepada fitrah sebagai manusia, dan suatu renungan apakah semua amalan yang selama bulan suci itu diterima yang maha Khalik...? Sholat kita, sedekah kita, silaturahmi kita, zakat kita dan lain-lain. Usai sholat id para jama'ah berkumpul dihalaman Masjid melakukan silaturahmi bersama, saling memaafkan seluruh warga komplek, baik yang muslim maupun non muslim.

Rangkuman Khutbah

Lepas dari kemungkinan adanya perbedaan dalam menentukan Hari Raya Idul Fitri, yang jelas, seluruh umat Islam di dunia ini akan segera merayakan hari yang biasa dianggap ‘kemenangan’ tersebut. Perayaan rutin setiap tahun ini menjadi momen sangat penting setelah berpuasa selama sebulan pada bulan Ramadhan. Seluruh umat Islam merayakannya dengan suka dan cita, tak berbeda yang rajin puasa maupun yang hanya alakadarnya.

Sebagaimana sudah maklum, selain Hari Raya Idul Fitri, umat Islam juga punya Hari Raya Idul Adha pada 10 Dzulhijjah. Dalam literatur-literatur Islam klasik, hari raya ini disebut Idul Akbar (hari raya besar), sementara Idul Fitri hanya disebut sebagai Idul Ashgar (hari raya kecil).. Sebagaimana hari-hari besar lain, Idul Fitri tentu memiliki makna umum sebagai hari libur nasional sekaligus makna khusus yang dirasakan umat Islam. Paling tidak, Idul Fitri dianggap sebagai hari kemenangan mengalahkan hawa nafsu dengan berpuasa sebulan penuh.

Erat kaitannya dengan Hari Raya Idul Fitri adalah zakat fitrah yang wajib dikeluarkan setiap individu Muslim. Kalimat kedua dari dua terma ini (Idul Fitri dan zakat fitrah) adalah kalimat yang berasal dari bahasa Arab fithrah yang berarti natural atau dalam bahasa Indonesianya biasa diterjemahkan sebagai segala sesuatu yang suci, bersifat asal, atau pembawaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1997)..

Sisi etimologis
Idul Fitri terdiri dari dua kata. Pertama, kata ‘id yang dalam bahasa Arab bermakna `kembali’, dari asal kata ‘ada. Ini menunjukkan bahwa Hari Raya Idul Fitri ini selalu berulang dan kembali datang setiap tahun. Ada juga yang mengatakan diambil dari kata ‘adah yang berarti kebiasaan, yang bermakna bahwa umat Islam sudah biasa pada tanggal 1 Syawal selalu merayakannya (Ibnu Mandlur, Lisaanul Arab).

Dalam Alquran diceritakan, ketika para pengikut Nabi Isa tersesat, mereka pernah berniat mengadakan ‘id (hari raya atau pesta) dan meminta kepada Nabi Isa agar Allah SWT menurunkan hidangan mewah dari langit (lihat QS Al Maidah 112-114). Mungkin sejak masa itulah budaya hari raya sangat identik dengan makan-makan dan minum-minum yang serba mewah. Dan ternyata Allah SWT pun mengkabulkan permintaan mereka lalu menurunkan makanan.(QS Al-Maidah: 115).

Jadi, tidak salah dalam pesta Hari Raya Idul Fitri masa sekarang juga dirayakan dengan menghidangkan makanan dan minuman mewah yang lain dari hari-hari biasa. Dalam hari raya tak ada larangan menyediakan makanan, minuman, dan pakaian baru selama tidak berlebihan dan tidak melanggar larangan. Apalagi bila disediakan untuk yang membutuhkan.

Abdur Rahman Al Midani dalam bukunya Ash-Shiyam Wa Ramadhân Fil Kitab Was Sunnah (Damaskus), menjelaskan beberapa etika merayakan Idul Fitri. Di antaranya di situ tertulis bahwa untuk merayakan Idul Fitri umat Islam perlu makan secukupnya sebelum berangka ke tempat shalat Id, memakai pakaian yang paling bagus, saling mengucapkan selamat dan doa semoga Allah SWT menerima puasanya, dan memperbanyak bacaan takbir. Kata yang kedua adalah Fitri. Fitri atau fitrah dalam bahasa Arab berasal dari kata fathara yang berarti membedah atau membelah, bila dihubungkan dengan puasa maka ia mengandung makna `berbuka puasa’

(ifthaar). Kembali kepada fitrah ada kalanya ditafsirkan kembali kepada keadaan normal, kehidupan manusia yang memenuhi kehidupan jasmani dan ruhaninya secara seimbang. Sementara kata fithrah sendiri bermakna `yang mula-mula diciptakan Allah SWT` (Dawam Raharjo, Ensiklopedi Alquran: hlm 40, 2002). Berkaitan dengan fitrah manusia, Allah SWT berfirman dalam Alquran: “Dan ketika Tuhanmu mengeluarkan anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu?.

Mereka menjawab:”Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (QS. Al A`râf: 172).” Ayat ini menjelaskan bahwa seluruh manusia pada firtahnya mempunya ikatan primordial yang berupa pengakuan terhadap ketuhanan Allah SWT. Dalam hadis, Rasulallah SAW juga mempertegas dengan sabdanya: “Setiap anak Adam dilahirkan dalam keadaan fitrah: kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi (HR. Bukhari).” Hadits ini memperjelas kesaksian atau pengakuan seluruh manusia yang disebutkan Alquran di atas.

Sisi terminologi
Kendati dalam literatur-literatur Islam klasik, Idul Fitri disebut sebagai Idul Ashgar (hari raya yang kecil) sementara Idul Adhha adalah Idul Akbar (hari raya yang besar), umat Islam di Tanah Air selalu terlihat lebih semarak merayakan Idul Fitri dibandingkan hari-hari besar lainnya, bahkan hari raya Idul Adha sekalipun. Momen Idul Fitri dirayakan dengan aneka ragam acara, dimulai dengan shalat Id berjamaah di lapangan terbuka hingga halal bi halal antarkeluarga yang kadang memanjang hingga akhir bulan Syawal.

Dalam terminologi Islam, Idul Fitri secara sederhana adalah hari raya yang datang berulang kali setiap tanggal 1 Syawal yang menandai puasa telah selesai dan kembali diperbolehkan makan minum di siang hari. Artinya, kata fitri disitu diartikan `berbuka atau berhenti puasa` yang identik dengan makan-makan dan minum-minum. Maka tidak salah apabila Idul Fitri pun disambut dengan pesta makan-makan dan minum-minum mewah yang tak jarang terkesan diada-adakan oleh sebagian keluarga.

Terminologi Idul Fitri seperti ini harus dijauhi dan dibenahi, sebab selain kurang mengekspresikan makna Idul Fitri sendiri, juga terdapat makna yang lebih mendalam lagi. Idul Fitri seharusnya dimaknai sebagai `kepulangan seseorang kepada fitrah asalnya yang suci` sebagaimana ia baru saja dilahirkan dari rahim ibu. Secara metafor, kelahiran kembali ini berarti seorang Muslim yang selama sebulan melewati Ramadhan dengan puasa, qiyam, dan segala ragam ibadahnya harus mampu kembali berislam, tanpa benci, iri, dengki, serta bersih dari segala dosa dan kemaksiatan.

Idul Fitri berarti kembali pada naluri kemanusian yang murni, kembali pada keberagamaan yang lurus, dan kembali dari seluruh praktik busuk yang bertentangan dengan jiwa manusia yang masih suci. Kembali dari segala kepentingan duniawi yang tidak islami. Inilah makna Idul Fitri yang asli.

Adalah kesalahan besar apabila Idul Fitri dimaknai dengan `perayaan kembalinya kebebasan makan dan minum` sehingga yang tadinya dilarang makan siang, setelah hadirnya Idul Fitri akan balas dendam., atau dimaknai sebagai kembalinya kebebasan berbuat maksiat yang tadinya dilarang dan ditinggalkan. Kemudian, karena Ramadhan sudah usai maka kemaksiatan kembali ramai-ramai digalakkan. Ringkasnya, kesalahan itu pada akhirnya menimbulkan sebuah fenomena umat yang saleh musiman, bukan umat yang berupaya mempertahankan kefitrian dan nilai ketakwaan.

Ikhtisar
- Idul fitri merupakan momentum terbaik bagi setiap manusia untuk kembali ke fitrahnya sebagai makhluk yang suci dan terampuni dosanya.
- Cuma, saat ini masih banyak kalangan yang mengartikan Idul Fitri hanya sebagai hari terbebasnya manusia dari kewajiban berpuasa.
- Ada juga kalangan yang menjadikan Idul Fitri sebagai hari pamer kemewahan.
- Mereka yang keliru memaknai Idul Fitri hanya akan menjadi manusia yang saleh secara musiman.

Idul Fitri adalah hari raya yang datang berulangkali setiap tanggal 1 Syawal, yang menandai puasa telah selesai dan kembali diperbolehkan makan minum di siang hari. Artinya kata fitri di sini diartikan “berbuka” atau “berhenti puasa” yang identik dengan makan minum. Maka tidak salah apabila Idul Fitri disambut dengan makan-makan dan minum-minum yang tak jarang terkesan diada-adakan oleh sebagian keluarga.

Terminologi yang Salah

Terminologi Idul Fitri seperti ini harus dijauhi dan dibenahi, sebab selain kurang mengekspresikan makna idul fitri sendiri juga terdapat makna yang lebih mendalam lagi. Idul Fitri seharusnya dimaknai sebagai ‘Kepulangan seseorang kepada fitrah asalnya yang suci‘ sebagaimana ia baru saja dilahirkan dari rahim ibu. Secara metafor, kelahiran kembali ini berarti seorang muslim selama sebulan melewati Ramadhan dengan puasa, qiyam, dan segala ragam ibadahnya harus mampu kembali berislam, tanpa benci, iri, dengki, serta bersih dari segala dosa dan kemaksiatan.

Makna Idul Fitri yang Asli

Idul Fitri berarti kembali kepada naluri kemanusiaan yang murni, kembali kepada keberagamaan yang lurus, dan kembali dari segala kepentingan duniawi yang tidak Islami, Inilah makna Idul Fitri yang asli.

Kesalahan Besar

Adalah kesalahan besar apabila Idul Firi dimaknai dengan ‘Perayaan kembalinya kebebasan makan dan minum‘ sehingga tadinya dilarang makan di siang hari, setelah hadirnya Idul Fitri akan balas dendam, atau dimaknai sebagai kembalinya kebebasan berbuat maksiat yang tadinya dilarang dan ditinggalkan kemudian. Karena Ramadhan sudah usai maka keniaksiatan kembali ramai-ramai digalakkan.

Ringkasnya kesalahan itu pada akhirnya menimbulkan sebuah fenomena umat yang shaleh mustman, bukan umat yang berupaya mempertahankan kefitrahan dan nilai ketaqwaan.

Ketika merayakan Idul Fitri setidaknya ada tiga sikap yang harus kitapunyai, yaitu:

  1. Rasa penuh harap kepada AllahSWT (Raja’). Harap akan diampuni dosa-dosa yang berlalu. Janji Allah SWT akan ampunan itu sebagai buah dari “kerja keras” sebulan lamanya menahan hawa nafsu dengan berpuasa.
  2. Melakukan evaluasi diri pada ibadah puasa yang telah dikerjakan. Apakah puasayang kita lakukan telah sarat dengan makna, atau hanya puasa menahan lapar dan dahaga saja Di siang bulan Ramadhan kitaberpuasa, tetapi hati kita, lidah kita tidak bisa ditahan dari perbuatan atau perkataari yang menyakitkan orang lain. Kita harus terhindar dari sabda Nabi SAW yang mengatakan banyakorangyang hanya sekedar berpuasa saja: “Banyak sekali orang yang berpuasa, yang hanya puasanya sekedar menahan lapar dan dahaga“.
  3. Mempertahankan nilai kesucian yang baru saja diraih. Tidak kehilangan semangat dalam ibadah karena lewatnya bulan Ramadhan, karena predikat taqwa sehantsnya berkelanjutan hingga akhir hayat. Firman Allah SWT: “Hai orang yang beriman, bertagwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kati kamu mati melainkan dalam keadaan ber-agama Islam ” (QS. Ali Imran: 102).


Kamis, 10 September 2009

AMAL YANG KEKAL

Kultum Tarawih : H. Chairudin Hasyim, SKM. M.Kes
Tanggal : 09-09-2009

Sholat dan Zakat suatu komponen yang selalu berkaitan dan tertuang dalam Kitab Suci Al-qur’an beberapa kali, tentunya menjadi renungan kita sebagai orang yang beriman. Ibadah sholat terkait hubungan langsung kepada Allah SWT, sedangkan Zakat terkait dengan hubungan antar sesama sebagai wujud hablum minannas dalam membangun hubungan social kemasyarakatan.

Hadist Nabi, mengatakan bahwa “Jika anak adam meninggal dunia, maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga, Amal jariyah, Ilmu yang bermanfaat, dan anak yang sholeh yang selallu mendo’akan”. Namun kita tentunya tidak bisa berharap banyak terhadap anak keturunan kita, sebab belum tentu anak kita akan menjadi anak yang sholeh yang selalu ingat dan mendo’akan, tetapi sesungguhnya asset kita yang permanent dan menjadi investasi akherat adalah harta yang kita berikan pada yang berhak dengan penuh keiklasan.

Sebagai ilustrasi, mari kita renungkan………….
Saat ajal telah menjemput kita akan diantar oleh 4 hal, yaitu harta kita, pangkat dan jabatan kita, keluarga kita istri anak dan handaitaulan, serta amal. Dan yang pertama akan pulang adalah harta yang mengantar, yang kedua pangkat dan jabatan yang disandang selama di dunia yang kita banggakan dan ternyata tidak dapat menolong kita, yang ketiga keluarga kita istri anak dan lain-lain, dan yang keempat amal kita, akan menemani sampai akhir hari penghisapan.

Yang pada intinya aset yang kekal dan abadi menemai dan menjadi penolong sampai yaumul hisab adalah amal yang telah kita sedekahkan, kepada yang berhak sesuai tuntunan syariah agama Islam.

Minggu, 06 September 2009

ASPEK PERBAIKAN DI BULAN SUCI

KEGIATAN : BUKA BERSAMA
TANGGAL : 06-09-2009
TEMPAT : KEDIAMAN H.AGOES SUBAGIO
PENCERAMAH : DR. H. ABDUL AZIZ, LC

Materi:
Beberapa aspek yang perlu dilatih pada bulan suci Ramadhan sebagai orang yang mengaku beragama Islam, diantaranya:

Aspek jasmaniah, setiap jasad manusia selalu diselimuti oleh kotoran berupa dosa-dosa yang disengaja maupun tidak disengaja, kemudian bagaimana langkah-langkah untuk menyucikan dari kotoran tersebut..?, berikut langkah-langkahnya:
Membiasakan seluruh anggota panca indera untuk diarahkan kepada hal-hal yang baik atau bersifat positif, yaitu dengan mengaji, mengkaji, serta memahami Al-qur’an sebagai petunjuk bagi manusia.
Membiasakan untuk memperbanyak sedekah sebagai bentuk kepedulian sesama, sebab apa yang dihasilkan oleh anggota tubuh kita sehingga menimbulkan rizki yang kita nikmati, tidak terlepas dari campur tangan orang disekitar kita.
Aspek Nafsaniyah, setiap diri manusia itu dikuasai oleh 3 hal, yaitu:
Nafsu Amarah, nafsu ini selalu mengarah kepada kejahatan dan hal-hal yang bersifat keburukan.
Nafsu Lawwamah, yaitu nafsu yang selalu mengarah kepada arah penyesalan, tidak konsisten dan terombang-ambing.
Nafsu Mutmainnah, yaitu nafsu yang selalu konsisten, istiqomah dan selalu mengarah kepada kebaikan.
Aspek Ruhaniah, terkait dengan ruh hanya Allah SWT yang mengetahui dan Allah jua yang meniupkan kedalam jiwa setiap manusia.

Dengan melatih keseluruh aspek tersebut pada bulan suci ini, maka akan menjadi manusia yang selamat di dunia dan akhirat.

Kamis, 03 September 2009

TIPE ORANG BERIMAN

KULSUM (KULIAH SEPULUH MENIT) TARAWIH
TANGGAL : 28 AGUSTUS 2009
USTAD : AMANUDIN, SPD


Rosulullah SAW bersabda: ”Perumpamaan orang beriman itu bagaikan lebah. Ia makan yang bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, hinggap ditempat yang bersih dan tidak merusak atau mematahkan yang dihinggapinya”
Agar suatu kehidupan menjadi indah, menyenangkan dan sejahtera dibutuhkan manusia yang seperti itu, ia akan menjadi yang terbaik, apapun peran dan fungsinya maka segala yang dilakukan adalah hal-hal yang membuat orang lain, lingkungan menjadi baik, sejahtera dan bahagia. Dan sifat itu terdapat pada lebah, sebagaimana Allah firmankan pada QS. An-Nahl 68-69) yang artinya, Dan Robbmu mewahyukan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, dipohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap macam buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dibudahkan, dari perut lebah itu keluar meniman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda kebesara Allah bagi orang-orang yang beriman”.

Marilah kita lihat dan bandingkan apa yang dilakukan lebah dengan apa yang seharusnya dilakukan seorang mukmin, sebagai berikut:
1. Hinggap ditempat yang bersih dan menyerap hanya yang bersih.
Lebah hanya hinggap di tempat pilihan. Dia jauh berbeda dengan lalat. Serangga yang terakhir amat mudah ditemui ditempat sampah,kotoran, dan tempat-tempat yang busuk. Tapi lebah ia hanya akan mendatangi bunga-bunga atau buah-buahan atau tempat-tempat bersih lainnya yang mengandung bahan madu atau nektar. Begitulah seharusnya sifat seorang mukmin, sebagaimana Allah berfirman QS. Albaqoroh 168: ”Hai manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan adalah musuh yang nyata bagimu”.

2. Mengeluarkan bersih
Lebah merupakan makhluk Allah yang produktif dengan kebaikan, bahkan dari organ yang tubuh binatang lain hanya mengeluarkan sesuatu yang menjijikkan, namun lebah mengeluarkan suatu produk yang berguna bagi kesehatan manusia. Allah berfirman QS: Al-Hajj 77: ”Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”.
Sebagai orang mukmin seharusnya jauh dari prasangka buruk, iri dengki, lidahnya tidak mengeluarkan kata-kata kecuali yang baik, perilakunya tidak menyengsarakan orang lain melainkan justru membahagiakan, hartanya bermanfaat bagi banyak manusia, kalau berkuasa atau memegang amanah tertentu, dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya bagi manusia.
3. Tidak pernah merusak
4. Bekerja keras
5. Bekerja secara jama’ah dan tunduk pada satu pimpinan
6. Tidak pernah melukai kecuali kalau diganggu

10 POHON KEBAJIKAN

KULSUM (KULIAH SEPULUH MENIT) TARAWIH
TANGGAL : 28 AGUSTUS 2009
USTAD : AMANUDIN, SPD

Bulan ramadhan telah tiba, sebagai orang muslim tentunya harus mempersiapkan diri baik secara fisik maupun psikis, dan yang lebih penting sebagai orang mengaku beriman harus tahu apa yang akan diperbuat di dalam bulan yang penuh berkah ini.
Ibarat sebuah musim kita harus tahu tanaman apa yang cocok kita tanam yang harapannya akan dapat memanen dengan hasil yang optimal. Dan dibulan ramadhan ini pohon yang sekiranya baik kita tanam yang nantinya akan menghasilkan sesuatu yang kita harapkan di antaranya:
1. Shaum/puasa; dalam hal shaum ini ada beberapa hal yang harus kita perhatikan baik rukun dan wajibnya, sehingga puasa kita tidak sia-sia, sebagaimana Rosul sabdakan ”berapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapat apa-apa kecuali rasa lapar dan haus”.
2. Sahur, sabda Rosul ”Sahurlah, karena dalam sahur terdapat keberkahan”.
3. Iftar/berbuka, jangan merasa kuat sehingga saat tiba berbuka di tunda atau bahkan tidak berbuka, sedangkan rosul mengajarkan ”segeralah berbuka” dan sunahnya dengan sesuatu yang manis atau kurma dengan jumlah ganjil.
4. Tarawih, sholat tarawih merupakan proses pembelajaran bagi kita untuk membiasakan qiyamul lail, selain juga nilai pahala sholat tarawih yang begitu besar, maka sungguh rugi jika seorang yang melaksanakan puasa tidak dapat menjalankan qiyamul lail.
5. Tilawatil qur’an/tadarusan, kita tahu bahwa seorang yang membaca alqur’an reward yang didapat dari Allah SWT sungguh tinggi, apalagi dilaksanakan pada bulan yang agung ini.
6. Ith’aamul iftar/memberi berbuka puasa pada saudara muslim yang lain, sabda Rosul ”siapa yang memberikan berbuka puasa pada orang lain, maka akan mendapat nilai pahala dari orang tersebut tanpa mengurangi pahala puasa mereka”.
7. I’tikaf, Rosul mengajarkan lebih baik diam, daripada banyak biacara yang dikhawatirkan akan timbul ghibah, namimah atau bahkan mengarah ke fitnah.
8. Taharri lailatul qodar/memburu suatu nilai nya sama dengan 1000 bulan atau 84 tahun 3 bulan. Umat Nabi Muhammad SAW akan dapat menyamai usia umat Nabi terdahulu jika mendapatkan yang namanya lailatul qodar.
9. Umroh, sabda Rosul ”sispa yang melaksanakan umroh di bulan ramadhan, maka nilainya sama dengan haji atau beribadah bersama Rosul.
10. Ziswaf, yaitu Zakat, Infaq, Sadakoh, dan wakaf. Sama-sama kita ketahui bahwa zakat merupakan suatu yang wajib kita keluarkan dari harta yang kita upayakan dengan ketentuan yang telah ditetapkan, namun boleh lebih sesuai apa yang dikonsumsinya.

KULSUM TARAWIH

KULSUM (KULIAH SEPULUH MENIT) TARAWAH

TANGGAL : 3 SEPTEMBER 2009
USTAD : DRS. MUHTADI IBNU ABAS, MAG

Uraian singkat pada kuliah sepuluh menit yang disampaikan oleh pak ustad malam itu mengandung makna yang cukup mendalam, terkait dengan musibah yang menimpa bangsa Indonesia secara umum serta terjadinya gempa baru-baru ini.
Menurut uraian beliau sebuah bencana atau musibah yang menimpa umat manusia dapat berlatar belakang tiga hal diantaranya:
1. Sifat kesombongan yang mulai muncul pada diri manusia, sehingga dengan kesombongannya tidak saling menghargai sesama apalagi menghormati. Sehingga dengan sifat kesombangannya yang muncul mereka membanggakan keberadaannya.
2. Munculnya sifat iri dengki antar sesama, yang akhirnya menimbulkan fitnah merajalela. Apabila fitnah telah menucul dimana-mana maka tunggulah azab Tuhan akan turun.
3. Munculnya sifat Tamak, dengan sifat tamak yang muncul pada diri manusia dapat menimbulkan krisis sosial atau yang lebih lebih sempitnya dapat menimbulkan kecemburuan sosial karena kerakusan yang muncul dari manusia tersebut. Jika sifat tamak muncul yang kaya semakin kaya yang miskin semakin kejepit.....sehingga dampak kehidupan sosial menjadi tidak harmonis.